“Selamatkan Hutan,akan menyelamatkan sumber Air.Selamatkan bumi,akan menyelamatkan kehidupan kita”-arman jaya-
Siapakah yang terpukul atas gundulnya kebon jati, yang teduh-rindang pepohonanya menaungi desa-desa kami itu ?
Pertama, masyarakat yang hidup disekitaran hutanya. Kebon jati itu hilang keteduhan nan rindang pepohonanya.Tinggal gundulnya.
Tapi, itu hanya soal kesadaran yang memang harus menjadi pijakan perbaikan saja. Saat itu memang kemiskinan lah pangkal asbabun nuzulnya. Setelah sangat lama berada dibawah.
Kedua,estetika lingkunganya.Menjamurnya perusahaan swasta. Yang membuka industri-industri pengolahan kayunya di Muna, tanpa mempertimbangkan kelestarian, sumberdaya hutannya.
Nasib hidup didaratan kebon jati.Ketika kebutuhan kayu meningkat drastis, permintaan tak terbendung.Harga kian selangit.Produksi mengendur .Ancamanya : kebon rakyat yang setiap harinya saya lalui dengan mengayuh kaki saat kesekolah dulu (masa SMP) ,kini tinggal gundulnya.
Ketiga,vegetasi alam nya.Euforia reformasi.Tafsir implementasi otonomi daerah yang keliru.Telah menyebabkan ketidakpastian hukum. Dan kebijakan pengelolaan hutan di sana. Yang berakibat terjadinya percepatan degradasi. Dan kerusakan hutan jatinya.Setelah kerusuhan Mei 1998.
Padahal di daratan berkapur itu,jati tumbuh dengan suburnya : di lahan-lahan konservasi dan hutan lindung,misalnya.Balai penelitian kehutanan Sulawesi,di Makassar,menemukan beberapa keunggulan pada batang kayu jati Muna: kekuatan,kerapatan,kekerasan,bertekstur serat indah,batang yang lurus,dan fisik kimianya yang ‘OK’.
“Pendeknya,kayu jati Muna,serupa dengan pohon-pohon jati di Cepu,Jawa Tengah,”ungkap Suhendro(47),dikantornya dinas kehutanan Sulawesi Tenggara,seperti dilansir Kendari Pos(10/2/06).”Bedanya : warna kayu jati Muna sedikit lebih gelap, sedang jati Jawa, putih- terang,”sambungnya.
Jati di daratan Muna disebut ‘Kulidawa’.Menurut beberapa sumber terpercaya: jati yang asalnya dari Jawa.Ada yang bilang juga ;jati yang ditanam oleh kuli-kuli dari tanah Jawa.Saat Hindia Belanda melakukan eksploitasi dan tanam paksa di kawasan itu ,1913.
Dari versi yang berbeda, Jati Muna pertama kali katanya : ditanam oleh seorang tokoh masyarakat Muna. Yang bernama Paelangkuta, beberapa ratus tahun yang lalu itu.
Tak terlalu jauh dari pelabuhan Nusantara,Raha, Sulawesi Tenggara. Tepatnya di depan kantor Dinas Kehutananya. Menjulang sebuah Tugu nan kokoh. Yang mencakar langitnya .Berwarna putih dengan puncak berhias replika daun, kembang dan biji jati.
Berdirinya monumen itu,menegaskan bahwa Raha, ibukota Kabupaten Muna, pernah menjadi kebon Jati nya Sulawesi.
Saat ini,tegakkan pohon jati yang gedhe, sudah sangat sulit untuk menemukanya . Pun di pinggir-pinggir jalanya.Sudah habis.Tersisa yang tunggul-tunggul. Yang bertunas muda seukuran paha.Di pedalamanya tersisa: beberapa undak-undakkan sisa penebangan lama.
Hutan jati di sana,mungkin saja tinggal gundulnya. Pohon yang tinggi besarnya,tersisa di kawasan Cagar Alam Napabalano.Di daerah Tampo. Di sanalah terdapat sebuah pohon jati yang gedhe banget.Yang telah berumur beberapa abad itu.Saat saya masih sekolah di SMA 3 Raha,sering saya kesana.
Saat ini memang, sudah tidak ada yang tersisa dari tegakan pohon jati yang besar, di kawasan hutan Muna. Semuanya habis ditebang, dengan legal maupun ilegal.Tinggalah gundulnya.
Meski tidak sedikit petani disana,kini beralih memanfaatkan lahanya dengan berlomba-lomba menanam jati.Perlu 30 tahun baru kemudian bisa dipanen batangya.Ini investasi yang sangat lama.Separuh usia rata-rata dari manusianya.
Ya,buat anak cucu.Benar….Secara bisnis ditengah kian langkahnya ladang untuk bercocok tanam.Ini sangat tidak tepat.” Susah sekali untuk membuka ladang bertani sekarang,”ujar La Ganefo(41),ayah tiri saya.
“Diperkirakan 30 tahun kedepan,Muna akan bangkit kembali sebagai kebon jatinya Sulawesi,Indonesia,”pungkas ayah tiri saya itu dengan penuh percaya dirinya.
“Namun untuk santapan hari-hari ini,akan kesusahan,”pungkasnya.”Tanah-tanah garapan sudah diisi dengan jati semua,”tambah La Ganefo.
Sedihnya lagi katanya,jambu mete juga ikut dibabat habis.Sementara harga kacang mete dipasaran,akhir-akhir ini(2016)menyundul 25 ribu/perliter,bercangkang kering.
“Sayangya,kacang mete tahun ini gagal panen,”sambungya .Meski begitu… sebenarnya kebon jatinya juga berhektar-hektar.”Dan menunggu 30 tahunya itu,lama sekali,”tambah Ibu saya,Samsiar(58).
Suami-istri yang menjadi orang tua saya itu,sudah membangun mahligai berumah tangga;susah- senang sama-sama. Lebih kurang 25 tahun lamanya.Layaknya sebuah Bahtera(kapal nabi Nuh),seringkali mereka menghadapi rintangan banjir bah yang bergulung-gulung.Namum keduanya sudah bertekad akan bekerja sekeras-kerasnya.Tampaknya tidak sia-sia,saya lihat kebon jati dan pohon metenya ada beberapa hektar.
Pada 18 Tahun yang lalu.Tahun 2000-an, jauh sebelum masa itu.Dari Kota Bau-bau perjalanan ke kota Raha,tampak masih tegak menjulang pohon-pohon jati besar. Yang berdiameter 2 kali pelukan orang dewasa.
Sepetak hutan jati ‘kultir'(pembatas kampung Labasa dan Lianosa),begitu orang disana menamai hutan itu.Untuk kesekolah saya memang selalu melewatinya,begitupun ke kampug Ibu.
Biasa anak-anak pelajar SMP 2, jalan bergerombol di bawah terik matahari siang yang menyengat. Nuansa teduh dijalan yang membelah hutan ‘kultir’ itu,kini telah tiada.
Rindang pepohonanya.Jika mengayuh kaki 10-15 km,hilang rasa lelahnya.Sejuk banget.Subuh-subuh sekali misalnya,saat guratan mentari pagi baru saja terbit,kabut-kabut terasa dingin menusuk-nusuk jika saya memasuki hutan jati itu.
Saat kantong plastik belum diproduksi secara masal.Dan penduduk masih menggunakan dedaunan jati sebagai pembungkus,ikan pindang misalnya.Saya sering menerobos kebon jati milik rakyat itu.Sekedar memetik dedaunan hijaunya.Lalu,dijual kepasar.Bisa juga dibarter sama ikan.
Saya kadang memanggulnya kepasar bertumpuk-tumpuk.Agar tidak terlalalu mencolok,saya sengaja tidak menempuh jalan raya.Saya lewat jalan belakang rumah-rumah penduduk.
Kendaraan roda dua bermotor, belum begitu membludak seperti saat ini.Zamannya sepeda onta.Othel.Kumbang.Dan jenis sepeda jengki.Sedang gaul-gaulnya.Misalnya saya,baru kesampaian beli sepeda kumbang,saat musim panen raya jambu mete tahun 1998.
14 Tahun Kemudian
Saat pulang kampung 2012.Mata saya terbelalak.Kaget bukan main.Kebon-kebon jati milik rakyat .Yang ditanam atas jerih payah para leluhur kampung itu,kini sudah berubah. Menjadi ladang-ladang jagung dan ketela.Terakhir Desember 2016 kemarin saya pulang lagi,’Mohamma……!!
Tinggal gundulnya….!?
Duh…..!Hanya ada gulma.Diantara tungkul jati tua.Dan beberapa mahluk yang seksi-seksi berseliweran.Saya lihat beberapa ekor sapi merumput disitu.Yang dulu pernah ada kebon jatinya.Dan kini tinggal gundulnya.
Mana revitalisasi penghijauanya?
Bagaimana,misalnya,upaya dinas terkait(yang memiliki wewenang)dikampung itu,agar mengembalikan keteduhan tanah negara yang sudah digunduli jatinya?
Dibangun taman-taman tematik yang mempercantik sebuah kecamatan? Atau simbol daerah. Yang ikonik misalnya?Pokonya area publik yang hijau-hijau lah.Yang kalau dipandang mata. Indah sekali.(*)
Komentar Terbaru